25 Apr 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

Kemenperin kritik rencana Kadin impor kapal dari Cina - 09 Feb 2013

Kementerian Perindustrian meminta rencana Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mengimpor 2.500 unit kapal ditinjau kembali karena tidak memberi manfaat bagi pertumbuhan industri perkapalan domestik. Soerjono, Direktur Industri Maritim, Kedirgantaraan dan Alat Pertahanan Kemenperin, menolak rencana tersebut karena tidak sejalan dengan rencana pihaknya untuk mengembangkan industri galangan kapal di dalam negeri.

“Yang diimpor itu kapal-kapal bekas dan sama sekali tidak memberikan manfaat bagi industri, malah pihak asing yang diuntungkan,” ujarnya. Sebelumnya, Wakil Ketua Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog Natsir Mansyur menuturkan akan mengimpor 2.500 kapal dari China dengan kapasitas 1.500 sampai 3.000 ton untuk melayani pelayaran jarak dekat dalam 5 tahun ke depan dengan nilai investasi mencapai Rp15 triliun.

Dia menuturkan apabila Kadin bersikukuh untuk melanjutkan rencana tersebut, maka sekitar 1.000 unit atau 40% dari kebutuhan kapal tersebut harus dipasok dari produsen lokal yang selama ini sangat sulit berkembang.

Menurut Soerjono, lambatnya perkembangan industri kapal di dalam negeri disebabkan oleh beberapa faktor a.l. bebasnya impor kapal asing terutama dari China dan minimnya insentif yang diberikan pemerintah untuk pengadaan komponen.

“Kapal lokal sulit bersaing dengan kapal impor dari China. Mereka menawarkan dengan harga lebih murah dan tidak dikenakan bea masuk impor,” katanya.

Sementara itu, pengusaha galangan kapal terbebani dengan pengenaan bea masuk dan pajak pertambahan nilai impor bahan baku dan komponen yang menyebabkan kapal produksi lokal lebih mahal dibandingkan kapal bekas impor.

Meskipun saat ini pemerintah memberi insentif biaya masuk ditanggung pemerintah, dia menilai pemanfaatan fasilitas ini belum maksimal karena keluarnya peraturan tersebut terlalu jauh dari dimulainya produksi kapal yakni pada awal tahun.

“Saat ini sekitar 60% bahan baku dan komponen untuk pembuatan kapal masih diimpor,” paparnya.

Tingginya impor komponen ini, lanjutnya, disebabkan permintaan kapal lokal masih kecil dan belum memenuhi skala ekonomi yang mereka tetapkan sehingga investor enggan untuk menanamkan modal di dalam negeri. Produsen kapal, lanjutnya, juga menghadapai situasi dilematis untuk memilih membayar PPN dan bea masuk impor atau memanfaatkan fasilitas BMDTP karena pemesanan dan pembayaran impor komponen dilakukan sebelum produksi dimulai.

Dia mengharapkan Kementerian Keuangan dapat mempercepat keluarnya fasilitas BMDTP tersebut pada tahun ini yang semula direncanakan pada Januari, tetapi hingga saat ini belum juga rampung, sehingga pelaku industri dapat memanfaatkannya secara maksimal.

“Akhirnya, pengusaha lebih memilih membayar bea masuk lebih awal dan tidak mungkin menunggu BMDTP cair karena akan terkena demorit [denda],” ujarnya.

Selain itu, tuturnya, pelaku industri galangan kapal domestik juga kesulitan modal akibat perbankan tidak berkeinginan untuk membiayai proses produksi karena menilai bisnis perkapalan tidak memberikan keuntungan yang besar. Padahal, lanjutnya, bisnis tersebut sangat potensial karena kebutuhan kapal akan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi nasional. Pihak bank juga dapat menggunakan sistem pemberian kredit kepada pembeli kapal. “Jadi nanti yang akan membayar cicilan kredit adalah pemilik kapal ketika kapal sudah mulai beroperasi. Pada bagian awal produksi, kucurkan dana kepada produsen,” katanya.

Dia mengharapkan pemerintah dan perbankan dapat memberikan lebih banyak insentif dan bantuan modal kepada para produsen kapal lokal agar industrinya berkembang dan tidak mengandalkan impor kapal bekas.

Kelemahan lainnya dari industri perkapalan saat ini, lanjutnya, adalah peralatan produksi yang terlalu tua dan membutuhkan revitalisasi yang diperkirakan membutuhkan dana mencapai Rp10 triliun untuk 100 galangan kapal.

“Saat ini, baru Pertamina yang berkomitmen menggunakan kapal lokal. Selain itu, masih mengandalkan kapal impor,” ujarnya. (solopos.com)