29 Mar 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

Impor hortikultura dibatasi, harga naik 300% - 12 Feb 2013

Kebijakan pemerintah mengatur importasi produk hortikultura mengakibatkan harga buah dan sayuran impor melambung antara 200% hingga 300%.

Wakil Ketua Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo) Bob Budiman meminta agar pemerintah segera mengeluarkan rekomendasi izin pemasukan hortikultura (RIPH).

"RIPH terakhir dikeluarkan pada 28 September 2012," kata Bob seusai bertemu dengan Plt Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Haryono, Senin (11/2), di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta.

Bob menuturkan impor merupakan konsekuensi kurangnya pasokan buah dan sayuran lokal. Akibatnya, harga buah dan sayuran impor yang awalnya murah kini mahal. Ia menyontohkan, untuk harga jeruk impor biasanya Rp8.000 per kilogram kini mencapai Rp20 ribu per kilogram.

Harga bawang putih impor yang biasanya Rp10 ribu per kilogram naik menjadi Rp30 ribu per kilogram. "RIPH baru harus dikeluarkan supaya harga tidak naik. Kalau tidak keluar, akan banyak penyelundupan," ujar Bob.

Selain itu, Bob juga meminta kepada pemerintah untuk mencabut beberapa pasal dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3/2011 seperti mewajibkan surveyor ketika produk sampai di pelabuhan. Biaya surveyor mencapai Rp3 juta-Rp4 juta. Kemudian peraturan yang mewajibkan importir harus mempunyai gudang (storage) dengan kapasitas cukup besar.

Menurut Bob, peraturan tentang gudang bisa berdampak terjadinya praktik kartel. Sebab, hanya perusahaan-perusahaan importir besar yang sanggup melakukan kegiatan importansi. "Ini kan produk fresh yang tidak membutuhkan gudang (storage) dalam jumlah besar," kata Bob.

Akibat dari pembatasan impor, Bob mengaku banyak importir yang gulung tikar, terutama untuk importir menengah ke bawah. "Dari jumlahnya ratusan importir sekarang hanya tinggal puluhan," papar Bob.

Bob juga mengeluhkan Kementerian Pertanian hanya memberikan RIPH kepada perusahaan tertentu. Perusahaan yang mengantongi RIPH menahan produknya demi mendongkrak harga. "Mereka punya RIPH tapi ditahan-tahan sehingga harga naik," kata Bob.

Di samping itu, pembatasan di empat pintu masuk juga membuat importir rugi hingga miliaran rupiah. Pasalnya, menurut Bob, banyak importir yang harus mengalihkannya dari Tanjung Priok, Jakarta, ke Tanjung Perak, Surabaya. "Tiap bulan importir rugi Rp1,5 miliar," kata Bob.

Kerugian itu karena faktor bahan bakar minyak (BBM). Perhitungannya, jarak tempuh 1.000 kilometer dari Jawa Timur ke Jawa Barat. "Hitung saja, 1 liter bensin bisa menempuh jarak 10 kilometer. Kalikan saja dengan harga BBM sekarang," tukas Bob. Karenanya, ia meminta kepada pemerintah untuk membuka kembali pelabuhan Tanjung Priok.

Plt Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Haryono mengatakan, seyogianya yang dilakukan pemerintah bukanlah pelarangan atau pembatasan, tapi pengaturan. "Ini normal wajar dilakukan oleh setiap negara. Kita juga harus perhatikan, ekspor-impor harus dilakukan sesuai aturan," tutur Haryono pada kesempatan yang sama.

Meski demikian, Haryono tak menampik akan ada perbaikan-perbaikan soal pengaturan importasi produk hortikultura. Namun, ia belum mau menjelaskan bentuk perbaikannya. "Soal aturan dan harga naik sedang kami pelajari," tandasnya.

TAK DILARANG

Pemerintah tidak melarang impor tanaman hortikultura, namun melakukan pengaturan ulang terhadap mekanisme impor antara lain kuota impor dan penentuan importir.  

Demikian dikemukakan pelaksana tugas Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Haryono, di Jakarta, Senin (11/2/2013). Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan bersama para importir tanaman hortikultura.

Komoditas yang akan diatur ulang, antara lain kentang, kubis, wortel, cabai, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, krisan, anggrek, dan heliconia yang beberapa di antaranya dikabarkan tidak mendapat Rekomendasi Produk Impor Hortikultura (RIPH). 

"Impor pasti dilaksanakan dan sesuai dengan koridor yang berlaku. Saat ini, saya sedang mempelajari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang impor tanaman hortikultura," kata Haryono.

Haryono mengakui, masalah impor sangat kompleks karena terdiri dari banyak variable yang harus diatur antara lain komoditi dan pelabuhan tujuan. Meski demikian, akan dicari solusi yang optimal agar tidak ada pihak yang dirugikan.

IMPORTIR BANGKRUT

Kebijakan impor produk hortikultura masih menuai protes. Para importir keberatan dengan beberapa poin dalam kebijakan itu, antara lain mengenai kewajiban memiliki gudang penyimpanan (cold storage) dan pembatasan pelabuhan masuk untuk produk impor.

Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo) meminta pemerintah mencabut beberapa ketentuan di Peraturan Menteri Pertanian yang mewajibkan importir memiliki cold storage dengan kapasitas cukup besar.

Bob Budiman, Wakil Ketua Gisimindo berpendapat, aturan tentang gudang penyimpanan ini bisa mengundang praktek kartel. Sebab, hanya perusahaan importir besar yang sanggup memenuhi kewajiban tersebut. "Ini kan produk fresh yang tidak membutuhkan gudang dalam jumlah besar," kata Bob seperti dilansir Tribunnews dari KONTAN.

Ketentuan lainnya adalah tentang kewajiban laporan surveyor ketika produk impor sampai di pelabuhan. Dengan ketentuan ini, beban importir bertambah besar. Biaya surveyor bisa mencapai Rp 3 juta hingga Rp 4 juta.

Ketentuan lain yang dianggap merugikan importir adalah pintu impor yang hanya melalui empat pelabuhan, yakni Belawan di Sumatera Utara, Tanjung Perak di Surabaya, Soekarno Hatta di Makassar, dan Bandara Soekarno Hatta, Banten.

Akibat pembatasan di empat pintu masuk itu, importir mengklaim biaya yang harus mereka tanggung membengkak hingga miliaran rupiah. Sebab, banyak importir harus mengalihkan produk dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta ke pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. "Setiap bulan importir rugi hingga Rp 1,5 miliar," ungkap Bob.

Hal ini karena biaya transportasi lebih besar karena bahan bakar minyak (BBM) lebih banyak. Maka itu, importir meminta pemerintah membuka kembali pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu masuk produk impor hortikultura. Akibat pembatasan impor, Bob mengaku banyak importir, khususnya kalangan menengah ke bawah, gulung tikar.

"Dari sebelumnya ada ratusan importir sekarang tinggal puluhan importir," tutur dia.

Gisimindo juga meminta pemerintah segera mengeluarkan Rekomendasi Izin Pemasukan Hortikultura (RIPH). Ini dilakukan demi mengatasi lonjakan harga produk hortikultura. Apalagi, RIPH terakhir dikeluarkan pada 28 September 2012.

Menurut Bob, impor adalah konsekuensi dari minimnya pasokan buah dan sayuran lokal. Akibatnya, harga buah dan sayuran impor terus melonjak.
Dia mencontohkan, harga jeruk impor biasanya Rp 8.000 per kilogram, kini melonjak menjadi Rp 20.000 per kg. Kemudian bawang putih impor yang
biasanya Rp 10.000 per kg menjadi Rp 30.000 per kg.

"RIPH baru harus dikeluarkan agar harga tidak naik. Jika RIPH tidak keluar, akan banyak penyelundupan barang," ungkap Bob.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menyatakan pengaturan impor hortikultura agar pasar di dalam negeri tetap sehat. Sebab, selama ini
produk buah dan sayuran di pasar terlalu murah. Pemerintah juga harus menjaga harga di tingkat petani. "Untuk jaga keseimbangan di pasar," kata dia. (metrotvnews.com/tribunnews.com/kompas.com)