28 Mar 2024
Home
×
Login Area
Tentang LKK
Struktur Organisasi
Keanggotaan
Program & Layanan
Agenda Kegiatan
HS CODE & Tarif Pabean
Peta Logistik
Tips
Peraturan Pemerintah
×
User ID/Email

Password

Register    Forgot Password
×
Operator/Agency/vessel name/voyage
Jadwal Kapal
Port Asal :
Port Tujuan :
 
×

PENDAFTARAN
No KADIN
Perusahaan*
Alamat *
 
*
Kode Pos
Telepon *
HP/Seluler
Fax
Email
Website
Pimpinan
Jabatan
Personal Kontak
Bidang Usaha
Produk/Jasa *
Merek
ISIAN DATA KEANGGOTAAN ONLINE**)
Email
Nama lengkap
Password
Retype Password
Code ==> Verify

*) Wajib diisi
**) Diisi jika menghendaki keanggotaan Online.

×

Reset Password!

*)


*) Alamat email sesuai dengan yang tercantum di profil Account.
×

 
LKK KADIN DKI JAKARTA
FREE CONSULTATION, REGISTER NOW !
Supported by
KADIN DKI JAKARTA
 

Diberi diskon, pengusaha setuju terapkan permentan - 17 Feb 2013

Pengusaha Ekspor Impor di Sumatera Utara, yang tergabung dalam Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) dan Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) akhirnya menyetujui penerapan ketentuan standarisasi  Instalasi Karantina Tumbuhan (IKT).
 
Padahal, sebelumnya mereka sempat menolak pemberlakuan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.73 tahun 2012 tentang persyaratan dan tata cara penetapan IKT milik perorangan atau badan hukum,
 
Peraturan yang awalnya dinilai hanya akan memberatkan pengusaha akibat meningkatkan biaya produksi yang harus mereka keluarkan, belakangan bisa diterima karena pemerintah memastikan akan memberikan potongan harga sebesar 5 persen dari biaya normal kepada para pengusaha.
 
Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Sumut, Khairul Mahalli mengatakan, pengusaha tentunya harus mematuhi ketentuan perdagangan yang ditetapkan pemerintah. Penolakan yang sempat mengemuka atas Permentan itu diakui karena sosialisasi yang disampaikan pemerintah belum begitu jelas.
 
Dia menjelaskan, pengusaha sejatinya cukup kooperatif, khususnya setelah mendapatkan potongan harga lima persen. Apalagi penetapan standarisasi itu sangat positif untuk mendorong pengusaha meningkatkan kualitas produk yang dijual ke luar negeri.
 
"Ya kalau mau jujur tentunya kita keberatan. Tapi bagaimana pun ini kan kebijakan pemerintah yang harus kita patuhi. Kita bersyukur dengan kesepakatan potongan harga yang disampaikan pemerintah pusat," jelas dia di Medan, Sabtu (16/2/2013).
 
"Kita awalnya berharap bisa mencapai 25 persen, tapi setelah kita timbang-timbang, terkait operasional ITK yang juga membutuhkan biaya cukup tinggi tentunya angka lima persen potongan dari total tagihan menjadi masuk akal. IKT itu kan harus beroperasi 24 jam untuk mempermudah kegiatan ekspor, dan tentunya membutuhkan biaya yang cukup tinggi," tuturnya.
 
Menurut Mahalli, harus ada prosedur standar operasi (SOP) yang jelas dari IKT yang ditunjuk pemerintah untuk menangani karantina tumbuhan para pengusaha. Pasalnya SOP tersebut berhubungan erat dengan jaminan yang diberikan IKT pada kualitas produk tumbuhan yang akan di ekspor.
 
"Kita takutnya, barang dari kita bagus, tapi karena prosedur yang tidak jelas, keterjagaan kualitas menurun, dan para buyer kita di luar negeri jadi kecewa. Kalau di Sumut kita setuju PT Samudera Lautan Luas (SLL) untuk eksportir dan PT Catur Batavia Transindo untuk importir. Kedua perusahaan itu diakui memiliki SOP yang jelas," paparnya.
 
Saat ini terdapat kontainer berukuran 20 feet berisi tumbuhan. Pengusaha Ekspor Impor di Sumatera Utara, dibebankan biaya karantina mencapai Rp.245 ribu. Sementara untuk 40 feet, mencapai Rp.300 ribu.
 
Dengan potongan sebesar 5 persen, nantinya diharapkan kegiatan perdagangan internasional dalam kembali digiatkan. Pengawasan terhadap operasional ITK ini pun harus dilakukan secara berkala, agar kesesuaian terhadap SOP dan operasional riil tetap sesuai.

JEROAN SAPI

Kementerian Pertanian melarang impor jeroan sapi dari semua negara produsen. Kebijakan tersebut berlaku mulai tahun ini.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan, larangan impor jeroan demi melindungi produk sampingan daging seperti kulit dan tulang. Beleid itu tercantum dalam perubahan Peraturan Menteri Pertanian No 50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahannya ke Indonesia.

Syukur bilang, impor jeroan sudah dibatasi hanya untuk jantung dan hati maksimal 10 persen dari total impor daging. "Sedangkan untuk 2013 sudah dilarang untuk melakukan importasi jeroan," kata Syukur, Selasa (12/2/2013).

Pelarangan impor ini berpotensi mengerek harga jeroan di pasaran. "Harga jeroan akan melambung tinggi. Jika dulu harga lokal bisa ditekan oleh harga impor, sekarang tak bisa," ujar Marina Ratna, Ketua Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia.

Pada 2011, harga jeroan sapi (hati) berkisar Rp 17.000 hingga Rp 20.000 per kilogram. Kini harganya bisa menyentuh Rp 40.000 per kg. Sedangkan harga jantung bisa mencapai Rp 54.000 per kg.

Sarman Simajorang, Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, mengaku belum mengetahui pelarangan impor jeroan. "Dasarnya melarang impor apa?" tanya Sarman.

Industri hotel, restoran, dan katering tak masalah jika impor jeroan dilarang, asalkan ada jaminan suplai dari dalam negeri. Industri butuh kepastian jaminan usaha.

MATIKAN IMPORTIR KECIL

Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo) memprotes dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 60/OT. 140/1/2012, yang dianggap bisa mematikan importir kecil.

Pasalnya, dalam Permentan tersebut, setiap importir buah dan sayur - mayur diwajibkan memiliki gudang sendiri. Kementan juga dinilai tidak bijak lantaran mengeluarkan peraturan pembatasan impor. karena, tanpa diimbangi pembinaan kepada petani lokal. Alhaasil, petani lokal sulit bersaing dengan produk impor, karena tidak mempu menghasilkan produk pertanian dengan kualitas baik.

"Hanya importir besar yang mampu memiliki gudang sendiri, sedangkan importir kecil cukup menyewa saja," kata Wakil Ketua Gisimindo, Bob Budiman, seusai bertemu dengan Plt Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Haryono, di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, kalau permentan ini tetap diberlakukan maka akan terjadi suasana dagang yang tidak sehat. "Akhirnya perdagangan hanya dikuasai oleh pemodal besar. Dengan begitu, akan terbentuk kartel," katanya.

Padahal saat ini terdapat ratusan importir, yang mempekerjakan ribuan orang. Jika banyak yang tutup dikhawatirkan bisa memicu gelombang PHK besar-besaran.

Bob menilai terbitnya Permentan itu, bagian dari pihak Kementan meneror importir kecil. Sebab peraturan ini sangat diskrimintif lantaran sangat menguntungkan para pengusaha besar.

"Apalagi saat akan mengurus menjadi importir terdaftar (IT) peraturan tersebut sudah diberlakukan. Tentu bagi pengusaha kecil persyaratan memiliki gudang sendiri sangat berat dipenuhi," tutur Bob.

Menanggapi hal ini, Plt Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Kementerian Pertanian (Kementan) Haryono mengatakan, sebenarnya Permentan itu dibuat untuk kebaikan semua. Dia juga tak setuju apabila dikatakan permentan tersebut diskriminatif.

"Intinya tidak ada larangan impor, permentan ini dikeluarkan untuk mengatur importasi produk hortikultura. Tujuannya adalah untuk melindungi produk hortikultura dalam negeri," tuturnya.

Pemerintah, kata Haryono, membuat peraturan agar terjadi sistem perdagangan yang fair. Namun, apabila dikatakan permentan tersebut masih ada kurang baik, pemerintah siap memperbaikinya.

"Saya sendiri baru sebagai Pelaksana Tugas Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP). Tentunya saya akan pelajari dulu peraturan ini," kata Haryono yang juga sebagai Kepala Badan Litbang Pertanian Kementan ini. (Suara Karya Onlie/kompas.com/Okezone)