Diberi diskon, pengusaha setuju terapkan permentan - 17 Feb 2013 Pengusaha Ekspor Impor di Sumatera Utara, yang tergabung dalam Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) dan Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) akhirnya menyetujui penerapan ketentuan standarisasi Instalasi Karantina Tumbuhan (IKT). JEROAN SAPI Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan, larangan impor jeroan demi melindungi produk sampingan daging seperti kulit dan tulang. Beleid itu tercantum dalam perubahan Peraturan Menteri Pertanian No 50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahannya ke Indonesia. Syukur bilang, impor jeroan sudah dibatasi hanya untuk jantung dan hati maksimal 10 persen dari total impor daging. "Sedangkan untuk 2013 sudah dilarang untuk melakukan importasi jeroan," kata Syukur, Selasa (12/2/2013). Pelarangan impor ini berpotensi mengerek harga jeroan di pasaran. "Harga jeroan akan melambung tinggi. Jika dulu harga lokal bisa ditekan oleh harga impor, sekarang tak bisa," ujar Marina Ratna, Ketua Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia. Pada 2011, harga jeroan sapi (hati) berkisar Rp 17.000 hingga Rp 20.000 per kilogram. Kini harganya bisa menyentuh Rp 40.000 per kg. Sedangkan harga jantung bisa mencapai Rp 54.000 per kg. Sarman Simajorang, Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, mengaku belum mengetahui pelarangan impor jeroan. "Dasarnya melarang impor apa?" tanya Sarman. Industri hotel, restoran, dan katering tak masalah jika impor jeroan dilarang, asalkan ada jaminan suplai dari dalam negeri. Industri butuh kepastian jaminan usaha. Pasalnya, dalam Permentan tersebut, setiap importir buah dan sayur - mayur diwajibkan memiliki gudang sendiri. Kementan juga dinilai tidak bijak lantaran mengeluarkan peraturan pembatasan impor. karena, tanpa diimbangi pembinaan kepada petani lokal. Alhaasil, petani lokal sulit bersaing dengan produk impor, karena tidak mempu menghasilkan produk pertanian dengan kualitas baik. "Hanya importir besar yang mampu memiliki gudang sendiri, sedangkan importir kecil cukup menyewa saja," kata Wakil Ketua Gisimindo, Bob Budiman, seusai bertemu dengan Plt Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Haryono, di Jakarta, kemarin. Menurut dia, kalau permentan ini tetap diberlakukan maka akan terjadi suasana dagang yang tidak sehat. "Akhirnya perdagangan hanya dikuasai oleh pemodal besar. Dengan begitu, akan terbentuk kartel," katanya. Padahal saat ini terdapat ratusan importir, yang mempekerjakan ribuan orang. Jika banyak yang tutup dikhawatirkan bisa memicu gelombang PHK besar-besaran. "Apalagi saat akan mengurus menjadi importir terdaftar (IT) peraturan tersebut sudah diberlakukan. Tentu bagi pengusaha kecil persyaratan memiliki gudang sendiri sangat berat dipenuhi," tutur Bob. Menanggapi hal ini, Plt Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Kementerian Pertanian (Kementan) Haryono mengatakan, sebenarnya Permentan itu dibuat untuk kebaikan semua. Dia juga tak setuju apabila dikatakan permentan tersebut diskriminatif. "Intinya tidak ada larangan impor, permentan ini dikeluarkan untuk mengatur importasi produk hortikultura. Tujuannya adalah untuk melindungi produk hortikultura dalam negeri," tuturnya. Pemerintah, kata Haryono, membuat peraturan agar terjadi sistem perdagangan yang fair. Namun, apabila dikatakan permentan tersebut masih ada kurang baik, pemerintah siap memperbaikinya. |