Wajib SNI untuk 564 produk segera diberlakukan - 17 Jun 2012 Pemerintah berencana, akan memberikan label wajib SNI terhadap 564 produk hingga akhir tahun ini. Salah satunya untuk produk elektronik. Dengan SNI itu diharapkan akan meningkatkan daya saing industri manufaktur, termasuk elektronik di pasar global. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), perdagangan produk elektronik Cina di Indonesia selama lima tahun terakhir menunjukkan angka negatif. Dengan adanya SNI, akan menambah kualitas produk sehingga mampu bersaing dengan produk impor. Kemenperin juga berharap dengan percepatan SNI wajib ini dapat menjadi tameng bagi produk lokal terhadap serbuan barang impor di pasar lokal. SNI bisa menahan masuknya produk impor dimana produk impor yang beredar di pasar tidak memiliki kualitas yang baik. Ketua Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumbar, Dahnil Aswad menanggapi positif upaya dari pemerintah tersebut. YLKI menilai pemerintah sudah sepantasnya membuat standar terhadap seluruh jenis produk yang masuk ke Indonesia untuk melindungi pasar dalam negeri. Semua barang atau produk yang masuk ke Indonesia harus sesuai dengan SNI. Terutama untuk barang-barang yang membahayakan, seperti bahan bangunan, barang elektronik, material listrik, helm dan lain sebagainya. Dia mengemukakan, dengan adanya SNI yang jelas untuk berbagai produk, maka bukan hanya pasar dalam negeri yang dilindungi, tetapi juga seluruh konsumen Indonesia. Di lapangan, produk elektronik dari luar Indonesia boleh dikatakan sudah menjadi primadona bagi masyarakat. Salah satu faktor karena harganya jauh lebih miring disbanding produk-produk bermerek yang sudah lama terkenal. Salah satu contoh produk HP. Riki salah seorang pedagang HP keluaran Cina, menyebut, penjualan HP keluaran negeri Tirai Bambu itu lebih cepat laku, dibanding produk-produk HP lain yang sudah mempunyai merek dan kualitas yang diakui seperti merek Nokia, Samsung, LG, Sony Ericsson, dan merek berkualitas lainnya. Sementara penjualan HP yang sudah punya merek terkenal itu cenderung rendah karena harganya yang cukup mahal. "Soal barang dari luar, yang jelas barang tersebut lebih cepat laku dan bisa mendatangkan keuntungan yang besar," ujar pria yang sudah berjualan di Pasarraya Padang semenjak 3 tahun lalu itu. Dia mengaku, beberapa tahun belakangan, sangat banyak produk dari Cina yang beredar. Selain harga barangnya lebih murah, apalagi untuk HP, tampilan (feature, red) yang tersedia di dalamnya lebih lengkap, sehingga orang lebih banyak memilih barang tersebut. Amril seorang pedagang barang elektronik seperti TV, kipas angin dan jenis elektronik lainnya, di Padang mengatakan, baginya bukan soal kualitas barang, tapi yang utama adalah soal harga dari barang tersebut. Pembeli cenderung membeli barang yang harganya murah, ketimbang memperhatikan kualitas dari barang tersebut. Kalau saya sih terlebih dahulu menawarkan barang yang sudah punya merek terkenal. Setelah itu baru saya tawarkan produk Cina," ujarnya pria paruh baya itu. Dia menambahkan, dilihat dari bentuk fisik, barang keluaran Cina dengan barang yang sudah bermerek tidak jauh berbeda. Untuk membedakannya sangat diperlukan kehati-hatian dari pembeli. "Kalau pedagang memberikan harga yang miring, tentu kualitas barang itu mesti dipertanyakan juga. Sebab, harga dari barang yang sudah punya merek terkenal pasti akan lebih mahal dibanding harga barang yang tak bermerek," tambahnya. Seorang pembeli, Miranti lebih memilih membeli produk-produk yang bermerek. Selain kualitasnya terjamin, produk tersebut juga tahan lama. Pembeli lain, Andita, cenderung lebih menyukai produk-produk yang harganya miring tanpa memperhatikan kualitas dari barang bersangkutan. "Kalau mau beli barang yang bermerek, harganya jauh lebih mahal. Untuk bisa mendapatkan barang serupa, pastinya produk dari luar seperti Cina sudah banyak yang memproduksi serupa. Minimal kita bisa pakai barang yang hampir mirip dengan aslinya," akunya. Wajib Bahasa Indonesia Anggota BPSK Padang, Erison AW mengungkapkan, bahwa setiap produk luar yang dijual di Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu telah diatru dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pasal 8 huruf j berbunyi pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang dan jasa yang tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. "Sanksinya, dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar," tegas Erison. Erison mencontohkan produk HP misalnya. HP yang tidak mempergunakan bahasa Indonesia dan beredar di Indonesia, dipastikan tidak memiliki SNI. Bedanya, HP ber-SNI kalau mengalami kerusakan digaransi langsung oleh pabriknya, sedangkan HP yang tidak ber-SNI, biasanya digaransi oleh distributor atau pemilik toko dimana konsumen tersebut membeli. Dia mengatakan, kewajiban setiap produk mempergunakan bahasa Indonesia dimaksudkan agar mudah dimengerti dan dipahami setiap konsumen. Hal ini bukan berarti penggunaan bahasa lain tidak diperbolehkan, akan tetapi bahasa Indonesia juga wajib digunakan bila produk tersebut beredar di pasar dalam negeri. Jadi apa pun produknya harus mencantumkan (terjemahan) bahasa Indonesia. Sebab pelaku usaha yang jujur akan bertanggung jawab atas produk-produk yang dipasarkannya ke masayarakat. Sebaliknya konsumen juga diharapkan dapat melaksanakan kewajibannya teliti sebelum membeli," katanya. (padangekspres.co.id) |