Target Ekspor 5% Terlampau rendah - 06 Feb 2014
JAKARTA – Target pertumbuhan ekspor untuk tahun ini perlu direvisi kembali. Target ekspor yang dipatok naik 5% oleh Kementerian Perdagangan dinilai terlampau rendah karena potensi ekspor yang dapat diraih oleh Indonesia jauh lebih besar.
Kementerian Perdagangan sebelumnya membidik target ekspor untuk tahun ini senilai US$190 miliar, tumbuh 5% dari tahun sebelumnya. Target tersebut setara dengan pencapaian ekspor 2012, setelah kinerja ekspor RI tergelincir akibat situasi ekonomi global tahun lalu.
Namun, para pelaku usaha menilai target ekspor 2014 dapat lebih tinggi dari hanya 5%. Apalagi, depresiasi rupiah saat ini telah menembus level 12.000 dapat menjadi insentif bagi lini ekspor Indonesia.
Benny Soetrisno, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), berpendapat selain depresiasi rupiah, pelaku usaha yakin pemulihan ekonomi mitra dagang strategis RI pada tahun ini akan mengatrol nilai dan volume ekspor.
“Saya yakin sebenarnya bisa lebih dari 5% karena demand pada 2014 akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. Menurut saya, pencapaian ekspor tahun ini bahkan bisa lebih dari 6% pertumbuhannya,” katanya kepada Bisnis, rabu (5/2).
Benny juga menggarisbawahi upaya pemerintah untuk mengerek penghiliran industri akan mendorong nilai ekspor melampaui targe. “Proses penghiliran industri dalam negeri akan memberikan input cost yang lebih kompetitif,” jelasnya.
Pendapat senada diutarakan oleh Ketua LP3E Kadin Indonesia Ina Primiana yang meyakini target ekspor 2014 yang hanya 5% kemungkinan besar dapat dengan mudah dicapai.
Hanya saja, perlu untuk diperhatikan apakah realisasi ekspor nantinya mencakup komponen lokal yang tinggi.
“Perlu dilihat, kenaikan ekspor itu berapa persen komponen lokalnya. Ekspor yang termasuk paling kencang saat ini adalah otomotif, tapi otomotif itu 80% komponennya impor,” jelasnya kepada Bisnis.
Untuk itu, startegi yang seharusnya di tempuh Indonesia adalah menggenjot industri komponen agar industri prioritas RI tidak lagi tergantung pada bahan baku dan barang modal yang diimpor dari negara lain.
Selain itu, penekanan pada ekspor barang bernilai tambah perlu diperhatikan agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada penjualan komoditas mentah.
“Sampai akhir tahun ini, kalau saya lihat ekspor memang akan cukup tinggi. Namun, ini lebih dipengaruhi oleh nilai dolar yang kuat dan efek naiknya harga komoditas. Jadi pertumbuhan ekspor ini lebih karena nilai, tapi kenaikan volumenya tidak terlalu besar. Lagipula, negara-negara tujuan ekspornya juga masih dalam tahap pemulihan,” terangnya.
Sumber Tulisan : Bisnis Indonesia, Kamis 6 February 2014 |