Strategi Menggenjot Ekspor Tidak Cukup - 10 Feb 2014
JAKARTA – Strategi penggenjotan ekspor dinilai tidak akan cukup untuk menahan defisit perdagangan yang kian membengkak dengan China. Pemerintah seharusnya meningkatkan perlindungan produk dalam negeri apabila ingin mengerek daya saing dengan Negeri Panda.
Ketua LP3E Kadin Indonesia Ina Primiana berpendapat selama proteksi perdagangan tidak digenjot, Indonesia akan selalu tertekan defisit dengan China.
“Masalahnya terletak dikebijakan. Kebijakan RI dalam melindungi produk dalam negerinya sangat kurang. Padahal. China memberi proteksi yang luar biasa untuk produk-produk lokalnya, misalnya untuk baja atau produk pertanian,” katanya kepada Bisnis, Rabu (5/2).
Sepanjang 2013, China masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan total nilai US$21,2 miliar atau mendominasi 14,19% dari total ekspor nonmigas RI.
Faktanya, China juga sekaligus menjadi negara penyumbang defisit nonmigas terbesar bagi neraca perdagangan Indonesia. BPS mencatat defisit nonmigas RI terhadap negara itu mencapai US$8,29 miliar tahun lalu, naik dari US$8,1 miliar pada 2012.
Menurut Ina, pembengkakan defisit sebenarnya dapat diredam apabila pemerintah mau menggelontarkan bantuan dalam bentuk proteksi, sebagaimana dilakukan oleh negara pimpinan Presiden Xi Jinping itu.
“Kalau di China, mereka ada subsidi untuk produk andalan seperti baja, tekstil, dan pertanian. Mereka juga membatasi perusahaan asing untuk mengakses pasar secara langsung, misalnya untuk sektor asuransi dan telekomunikasi. Dia juga membatasi ekspor SDA yang tidak menggunakan value added, selain itu ekspor SDA dikenai kuota dan pajak. Di Indonesia tidak ada yang seperti itu,” jelasnya.
Sumber Tulisan : Bisnis Indonesia, Jumat 7 February 2014 |