BC bisa langung sita barang impor palsu - 08 Aug 2012
Guna menghentikan peredaran barang bajakan, pemerintah melalui Ditjen Bea dan Cukai telah memiliki kekuatan hukum untuk menghentikan dan menyita produk impor palsu yang beredar di pasar Indonesia. Hal itu diungkapkan Dirjen HKI Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Ahmad M Ramli, saat menjawab maraknya pemalsuan dan pembajakan barang. Menurut Ahmad, pemerintah telah memiliki senjata untuk melawan pemalsuan dan pembajakan dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung No 5 Tahun 2012 tentang Penetapan Sementara Pengadilan di Bidang Hak Kekayaan Intelektual. "Peraturan tersebut memungkinkan aparat Bea dan Cukai menghentikan peredaran barang impor palsu, tanpa menunggu proses pengadilan selesai," katanya dalam acara buka puasa bersama MUI di Jakarta, hari ini. Ahmad mengatakan, peraturan MA itu merupakan salah satu upaya pemerintah menekan peredaran barang impor palsu. Apalagi, maraknya pelanggaran HKI juga didorong dari maraknya peredaran barang impor palsu di Indonesia, seperti software, spare parts, dan obat-obatan. "Saya sering mengatakan kepada pemerintah Amerika Serikat bahwa pemalsuan atau pembajakan meningkat tidak melulu dilakukan oleh orang Indonesia, tapi juga akibat peredaran barang impor palsu. Dengan demikian Indonesia menjadi korban dari barang impor palsu. Sehingga, yang perlu dikejar adalah produsennya,"ujarnya. Untuk memangkas rantai peredaran yang ada di lapangan, Ahmad menjelaskan, pihaknya juga senantiasa melakukan sweeping dan penegakan hukum terkait penjualan barang-barang impor palsu tersebut melalui program Mall Bebas Pelanggaran Merek. Selain itu, upaya menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga dilakukan guna melakukan pendekatan kepada masyarakat terkait sosialisasi penggunaan barang-barang asli dengan pendekatan keagamaan. “Bisa jadi masyarakat itu tidak tahu kalau barang yang digunakan ternyata palsu. Karena itu perlu pendekatan dari berbagai pihak, agar masyarakat mulai aware, mulai hati-hati terhadap hal ini. Termasuk juga dengan MUI, kami sudah membuat nota kesepahaman (MoU) tentang pentingnya menyosialisasikan penggunaan barang-barang yang asli,” tuturnya. Dengan juga menggandeng MUI, lanjut Ahmad, masyarakat diharapkan dapat makin peduli terhadap isu HKI lantaran tidak semata-mata hanya menggunakan pendekatan ekonomi ataupun kemanusiaan, melainkan juga pendekatan keagamaan. (beritasatu.com/gafeksi.com/antara)
|